quickq io下载苹果版quickq io下载苹果版

Industri Periklanan Ikut Khawatir pada PP 28/2024 yang Dianggap Tekan Industri Tembakau

Warta Ekonomi,quickq最新官方下载地址 Jakarta -

Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan memunculkan dampak negatif turunan ke industri periklanan.

Sekretaris Umum Dewan Periklanan Indonesia (DPI), Janoe Arijanto, menilai salah satu pasal dalam PP 28/2024 yang mengatur larangan iklan rokok di luar ruang dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak berpotensi memperparah perlambatan ekonomi di sektor periklanan, khususnya iklan luar ruang seperti billboard dan baliho.

Industri Periklanan Ikut Khawatir pada PP 28/2024 yang Dianggap Tekan Industri Tembakau

Industri Periklanan Ikut Khawatir pada PP 28/2024 yang Dianggap Tekan Industri Tembakau

"Kawan-kawan yang bergerak di iklan luar ruang seperti billboard dan baliho, secara langsung merasakan dampaknya," katanya di Jakarta, Senin (2/6/2025).

Industri Periklanan Ikut Khawatir pada PP 28/2024 yang Dianggap Tekan Industri Tembakau

Janoe Arijanto mengatakan, industri periklanan sangat bergantung pada belanja iklan dari pengiklan besar dan selama bertahun-tahun, produk rokok termasuk dalam daftar sepuluh besar penyumbang pendapatan terbesar.

Industri Periklanan Ikut Khawatir pada PP 28/2024 yang Dianggap Tekan Industri Tembakau

Baca Juga: APINDO Soroti Potensi PHK Massal di Sektor Hotel, Desak Stimulus Pemerintah

"Dengan pembatasan secara berlebihan untuk beriklan, potensi kehilangan pendapatan pun semakin besar," sebutnya.

Menurut Janoe, tren penurunan iklan rokok sudah berlangsung selama satu dekade terakhir akibat regulasi yang semakin ketat. Namun, PP 28/2024 memperparah situasi dengan memperluas zona larangan iklan luar ruang hingga radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.

"Peraturan tentang radius 500 meter dari satuan pendidikan misalnya, menyumbang peranan besar menurunnya jumlah titik billboard yang bisa digunakan untuk iklan rokok," jelas Janoe yang juga menjabat sebagai Ketua Ketua Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I).

Ia menyoroti, ketidakjelasan definisi "satuan pendidikan" dalam regulasi tersebut. Menurutnya, ketidakpastian ini menimbulkan kebingungan di lapangan karena cakupan institusi pendidikan sangat luas dan berpotensi membuat hampir seluruh wilayah masuk dalam zona larangan iklan.

"Definisi soal "satuan pendidikan" dalam aturan ini masih sangat kabur, dan itu menimbulkan ketidakpastian teknis di lapangan. Kalau semua jenis lembaga pendidikan dihitung, termasuk tempat kursus dan bimbingan belajar maka radius 500 meter itu bisa membuat hampir seluruh area jadi zona larangan. Artinya, ruang untuk memasang billboard nyaris tidak ada," ujarnya.

Baca Juga: Pemerintah Siapkan Satgas PHK, Antisipasi Gelombang Pemutusan Kerja di 2025

Lebih lanjut, Janoe menegaskan bahwa industri periklanan sebenarnya telah memiliki sistem pengawasan internal melalui Etika Pariwara. Pedoman ini mengatur praktik periklanan secara etis, termasuk pembatasan jam tayang, larangan penggunaan model anak-anak, serta larangan menampilkan adegan merokok.

Aturan-aturan tersebut telah dilaksanakan bertahun-tahun dan menjadi referensi yang lebih bisa diterima semua pihak dalam merumuskan kebijakan.

Menanggapi situasi ini, Janoe menyerukan perlunya regulasi yang lebih adil dan inklusif, dengan melibatkan pelaku industri dalam proses perumusan kebijakan. Menurutnya, dialog terbuka antara pemerintah dan pelaku usaha sangat penting agar kebijakan yang dihasilkan tidak hanya berpihak pada aspek kesehatan, tetapi juga mempertimbangkan dampak ekonomi yang ditimbulkan.

赞(1)
未经允许不得转载:>quickq io下载苹果版 » Industri Periklanan Ikut Khawatir pada PP 28/2024 yang Dianggap Tekan Industri Tembakau